Posts Tagged ‘Kefir’

Kefir Vs. Nggragas.

Pulang reuni teman-teman kuliah, dua teman saya ngotot pengen ke rumah. Mereka penasaran dengan kefir yang sering saya promosiin.

Di rumah sedang kehabisan stok kefir plain, habis di borong pelanggan. Saya baru pulang dari Malang jadi belum sempat buat stok lagi. Jadilah dua teman kelas berat (baca: gendut) saya itu saya buatkan jus mangga + kefir cream + Equal. Sambil menunggu mereka saya suguhi keripik apel khas Malang.

Jadilah dua cangkir kecil jus mangga kefir. Santi salah satu teman saya yang sudah selesai sholat maghrib tidak tahan lagi untuk mencobanya. Karena cukup kental, saya beri sendok.

“Asem…. asem banget,” itulah komentarnya yang pertama.

“Nggak enak ya?” tanya saya khawatir, mereka tidak doyan karena rasanya yang asam.

“Nggak enak! Gue suka nih yang asem-asem gini,” komentarnya membuat saya lega. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, cangkirnya sudah kosong.

Ai menyusul, “Asyem… syeger…,” dia semakin bersemangat menyendokkan kefir ke dalam mulutnya.

Saya jadi lega, ternyata jus mangga kefir dapat diterima di lidah mereka.

“Enak Dy,” katanya sambil meletakkan cangkir yang sudah kosong. “Kok kenyang ya, walaupun cuma secangkir.”

Saya jadi bersemangat kalau kefir juga membantu mengontrol berat badan.

“Kalau minum kefir, nggak terlalu pengen ngemil. Nggak terlalu nggragas, walaupun lapar.”

“Massa’ sih…???!!”

“Beneran, suer.”

“Pantes badan lo awet nggak melar-melar.”

“Iya dong.” Saya memang termasuk salah satu yang masih langsing diantara teman-teman satu angkatan.

“Kalo gitu kita tambah lagi dong kefirnya,” kata Ai sambil melirik Santi.

“Iya Dy, buat oleh-oleh, dibawa pulang.”

“Jadi ini masih kurang?” saya menunjuk dua botol ‘Kefirlicious Pisang-Stroberi’.

“Yang biasa…” tawar Santi sambil berjalan kearah freezer dan membukanya.

“Ini apaan?” tanyanya sambil mengangkat tupperware oranye.

“Kefir krim juga,” jawab saya.

“Gue bawa ya…”

Saya tak bisa menolak. Mereka membagi dua kefir krim yang masih beku itu dengan pisau. Halah…. kok mereka malah jadi nggragas kefir.

Keesokan paginya, saat saya tanya gemana efek setelah minum kefir:

“Iya bener, udah jam segini gue belum lapar-lapar. Terakhir cuma minum kefir di rumah lo itu. Padahal biasanya udah sarapan, ngopi paling nggak 2 cangkir…. ini gue belum lapar sama sekali.”

Waow… ( nggak perlu sambil koprol!) Saya kembali mengingatkan pada Santi dan Ainun kalau mau diet, “minum kefirnya sebelum makan.” Jadi saat makan sudah tidak terlalu rakus lagi.

Selain kedua teman saya tadi saya juga pernah memberikan kefir krim kepada Wiwin. Komentarnya sama, minum kefir membuat mereka nggak terlalu nggragas, sekalipun lapar.

So…. keinginan untuk ngemil jadi lebih mudah dikendalikan.

Anyway nggragas adalah bahasa jawa yang sulit saya terjemahkan secara harfiah. Mbah saya selalu bilang, “Nggragas…” sama cucu-cucunya yang punya nafsu makan tinggi.

Salah satu kegagalan menjaga berat badang adalah keinginan ngemil yang sulit di kendalikan. Menurut pengalaman saya dengan minum kefir, keinginan untuk ngemil menjadi lebih terkendali.

Faktor lain menurut pendapat pribadi saya adalah gangguan lambung. Rasa perih di lambung mendorong saya untuk sebentar-sebentar makan. Otomatis harus punya cemilan. Ngemil lagi… ngemil lagi…. Pasti bikin ndut! Dan yang paling menyebalkan adalah rasa tidak nyaman di perut. Sebah, kembung, mual…. Ini membuat lingkar pinggang saya membesar. Dulu saya selalu minum enziplek untuk mengatasi rasa tidak nyaman di perut. Setelah rutin meminum kefir rasa kembung, sebah dan mual tak lagi saya alami. Ini membuat lingkar pinggang saya menurun beberapa senti. Kefir memang kaya enzim alami yang membatu melacarkan pencernaan.

Alhamdulilah dengan kefir jadi ngga nggragas lagi dan lingkar pinggang mengecil.

Perjalanan Panjang Kefirku

Manfaat Kefir yang luar biasa bagi kesehatan dulu hanya dapat kukenal dari cerita ibuku ketika aku masih remaja. Menurut ceritanya, dia pernah ‘memelihara’ Kefir sewaktu masih tinggal di kost bersama temannya mengajar di daerah Serengseng Sawah.

Konon, teman karib satu kost ibuku menderita sejenis penyakit hati (hepatitis mungkin) yang diperkirakan sudah tidak akan sembuh lagi. “Hatinya cuma tinggal 1/3,” kata Ibuku menunjukkan kecilnya kemungkinan temannya sembuh. Teman ibu saya, sudah mengambil keputusan untuk menghabiskan hidupnya di luar rumah sakit dan kembali ke tempat kost lamanya dan kembali mengajar (selama dia masih mampu).

Minum cairan kunyit salah satu upaya yang masih dia teruskan untuk kesembuhannya. Konon kunyit dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Walaupun kemungkinan untuk sembuh hanya kecil saja.

Seorang tetangga kost yang kasihan melihat kondisinya membagi sebagian kecil kefir miliknya (mungkin kefir grains atau biji kefirnya). Sejak itu, Ibu dan Bu Mas (nama temannya) setiap hari rutin meminum susu kefir. Singkat cerita, kesehatan Bu Mas mulai puluh. Bahkan pada saat cek lab, hasilnya dia dinyatakan telah sembuh total dari penyakit hatinya.

Ibu saya yang juga ikut meminum susu kefir juga mendapatkan manfaat lain seperti kulit yang menjadi lebih segar dan bercahaya, tubuhpun menjadi lebih sehat dari sebelumnya. Lalu ibuku berkesimpulan, kefir sangat baik dari kesehatan dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

“Kenapa ibu tidak minum kefir lagi sekarang?” tanyaku penasaran. Jauh di dasar hatiku aku ingin juga menjadi lebih sehat dengan meminum kefir setiap hari.

“Sudah mati kefirnya?”

“Kenapa Ibu biarkan kefirnya mati. Kan Ibu sudah tahu manfaatnya luar biasa?!” kejarku aku penasaran.

“Waktu itu, saya pulang kampung. Ya… Bu Mas yang jaga susunya.” menurutnya setiap hari, bijih kefir harus diganti dengan susu yang baru. Jika tidak dia akan mati. “Eh…. tau-tau dia pulang ke Lampung nggak bilang-bilang. Kalau tahu dia mau pulang, kefirnya pasti saya bawa pulang kampung. Waktu saya kembali lagi ke kostsan, kefirnya sudah mati.” katanya dengan nada sedih dan menyesal.

“Kenapa Ibu nggak minta lagi sama tetangga kost itu?”

“Punya dia juga sudah mati.”

“Trus gemana dapatinnya lagi?”

“Saya juga nggak tau.”

Tetangga kost ibuku itu memperoleh kefir dari saudaranya yang pernah menjadi pejabat kedutaan di Rusia. Konon kefir dilarang keluar dari Rusia dan hanya menjadi menuman kesehatan rahasia warga Rusia (barangkali hanya pada kalangan tertentu saja). Tapi saudaranya berupaya keras menyelundupkanya ke Indonesia. Jika bukan karena seorang pejabat tak mungkin kefir sampai ke Indonesia.

Wajah ibu selalu tampak sangat menyesal setiap kali menceritakan kefirnya yang mati ditinggal pulang kampung. Dan bukan hanya sekali saja ibu menceritakan yang sama.  Akupun tak bosan menaggapinya sengan serius. Seolah-olah kematian kefir itu sebuah kerugian yang sangat besar bagi kami berdua. Dia juga sering menyebutnya dengan jamur susu. Hanya tinggal kenangan!

“Saya sudah dapat kefirnya,” kata ibu suatu kali. Sekarang aku sudah bekerja, jadi sudah puluhan tahun yang lampau manfaat kefir sudah ku dengar. Dan baru sekarang aku mendapatkan angin segar untuk bisa mengkonsumsinya setiap hari.

“Hah…. bagaimana bisa?” tanyaku penasaran.

Ibu menceritakan perburuan kefirnya. Di sela-sela jam mengajarnya, Ibu yang rupanya masih sangat penasaran mendapatkan kefirnya kembali, sering searching kefir di google. Internet tersedia gratis di ruang guru tempatnya mengajar. Well…. bangga juga punya Nyokap gak gaptek. Walah…. Nyokap lebih go net daripada aku. Dia mendapat banyak informasi di sana. Termasuk juga manfaat kefir yang dia ceritakan secara rinci. Akhirnya dia menemukan sebuah rumah di kawasan tebet, sebuah keluarga muda yang rela membagi kefirnya untuk dibeli oleh ibu saya.

Keluarga muda itu juga menunjukkan bagaiman cara mereka merawat kecir dengan baik. Dia merekomendasikan susu diamond low fat. Menurut pengalamannya sangat baik bagi kefir. Harus menggunakan wadah kaca untuk menyimpan kefir, menggunakan sendok dan penyaring plastik. Menurut ibuku, cukup rumit. Keluarga muda itu membeli kefir dari Jerman. Mereka pernah tinggal di Jerman. Untuk ongkos kirim saja mereka kena biaya Rp. 800.000.

Ibu mendatangi rumah itu bersama Bu Mas. Aku merasakan sebuah perjalanan yang melankolis untuk mendapatkan kefir itu kembali. Rp. 200.000 untuk 200 gram kefir grains. Mereka membagi dua kefir itu. Sepanjang perjalanan Bu Mas (yang merasa hidupnya pernah terselamatkan oleh kefir) mendekap erat bungkusan kefirnya.

Kami pun rutin mengkonsumsi kefir. Menurut ibu sangat berbeda dengan kefir yang dulu (dia menyebutnya dengan kefir Rusia, kefir yang dia miliki sekarang dia sebut dengan kefir Jerman). Kefir Rusia tak memerlukan perlakuan sekhusus kefir Jerman. Bahkan ia bisa hidup pada susu skim yang murah harganya. Bentuk fisiknya pun berbeda, kefir Rusia bentuknya mirip akal sementara kafir Jerman yang kami dapat bentuknya seperti granul. Rasanya pun juga berbeda, menurutnya kefir Rusia rasanya tidak terlalu asam dan tdak berlendir. Ibu masih penasaran mendapatkan kefir Rusia.

Saya sendiri sudah cukup puas mengkonsumsi kefir Jerman. Banyak sekali manfaat yang saya dapat, seperti sembuhnya “Tenia Pedis,”  atau kutu air di kaki saya. Penyakit ini sudah bertahun-tahun saya derita tapi tak pernah sembuh bahkan saya sudah berkali-kali berobat ke dokter kulit, mencoba berbagai senis obat dan salep dengan hasil yang nihil. Saya sendiri sampai putus asa, walaupun tidak menyakitkan, rasa gatalnya sering mengganggu. Saya sendiri heran, bagaimana kefir bisa menyembuhkannya. Dan satu lagi yang mengagumkan, saya bisa rutin BAB setiap hari. Saya merasakan pencernaan saya menjadi bersih. Saya jadi rajin searching di google tentang manfaat kefir dan memang sagat luar biasa. Saya sangat bersyukur bisa mendapatkan kefir gratisan hehehe…. Ibu juga merasakan hal yang sama, tenia pedisnya juga sembuh. Bahkan ‘jendolan keras’ di kelopak mata kanannya, bisa rata tak berbekas. Saya jadi percaya manfaat kefir untuk menyembuhkan tumor. Bude saya yang saya bagi kefir juga menceritakan hal yang sama, benjolan keras di pipinya juga menjadi rata setelah minum kefir.

Karena sering ke luar kota untuk urusan pekerjaan, saya selalu membawa kefir di dalam tas saya. Pernah suatu kali saya tidak membawa kefir. Tepat seminggu saya tidak minum kefir. Perut saya sangat tidak enak karena susah BAB. Mungkin saya menderita sejenis hemoroid yang membuat saya menjadi sulit BAB. Saya kelimpungan mencari tape, yoghurt atau sejenis minuman probiotik lain. Untunglah ada minimarket di sini, walaupun tak ada tape atau yoghurt saya bisa menemukan yakult. Saya pun memilih yakult dengan bakteri probiotik terbanyak, dua botol! Keesokan paginya saya baru merasa lega setelah BAB.

Sejak saat itu kemana pun saya pergi saya akan membawa kefir. Keberadaanya telah banyak menghemat pengeluaranku, aku tak perlu lagi membeli yoghurt, yakult atapun salep penyembuh kutu air. Cukup membeli susu, aku sudah bisa minum probiotik setiap hari. Probiotik pada kefir, jauh lebih baik daripada yoghurt.